Tapera UKT : Kebijakan "Blunder" Tak Realistis
Kabupaten Bekasi - TitikKarya.com - Pemerintah (lagi-lagi) membuat kebijakan publik & aturan yang sangat tak realistis. Di saat kondisi perekonomian rakyat yang sulit, daya beli rendah, harga- harga membumbung tinggi serta nilai upah riil yang jauh dibawah kenaikan inflasi, Pemerintah membuat aturan yang mewajibkan Pekerja dan Pengusaha membayar iuran baru program TAPERA Walaupun TAPERA ini baru akan dimulai 2027, namun dengan Kebijakan serta aturan yang berbentuk PP ( peraturan pemerintah) tersebut, sudah membuat Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) ketar-ketir.
Sejak Pandemi Covid-19 yang baru setahun "usai" dan DUDI sedang berusaha bangkit dari keterpurukan, kita melihat kondisi sektor riil di Indonesia masih belum dalam posisi stabil dan berdaya tahan normal. Persaingan bisnis serta era digitalisasi yang makin menggerus penggunaan tenaga kerja ini, tentu berpengaruh besar kepada nilai tawar pekerja.
Dengan jumlah tenaga kerja yang makin besar dan peluang kerja yang berkurang, "bargaining position" pekerja dalam hal kompensasi dan benefit, justru melemah. Dengan demikian, nilai standar remunerasi atau upah pekerja bertambah tak signifikan. Sementara kenaikan semua harga kebutuhan mulai listrik, BBM, biaya pendidikan serta sembako, meroket tanpa bisa dikendalikan.
Pemerhati Sosial, Politik, Hukum & Demokrasi Dr. Yosminaldi, SH.MM mengatakan kebijakan dan regulasi kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) di banyak Perguruan Tinggi Negeri (PTN) Badan Hukum yang sangat signifikan dan tak rasional. Bagaimana mungkin, rerata kenaikan UKT mulai 50 sd 80%, sementara alokasi untuk biaya Pendidikan adalah 20% dari total APBN?
Pendidikan merupakan hak asasi manusia. Pendidikan setiap warga negara, dijamin oleh UUD 1945. Pasal 28C Ayat 1 UUD 1945 berbunyi, “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.” Sementara Pasal 28E Ayat 1 berbunyi, “Setiap orang bebas memeluk agama dan beribadat menurut agamanya, memilih pendidikan dan pengajaran, memilih pekerjaan, memilih kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meninggalkannya, serta berhak kembali.
"Hak mendapatkan pendidikan, tercantum dalam Pasal 28C Ayat 1 dan Pasal 28E Ayat 1 dan secara khusus pada Pasal 31. Kewajiban negara terhadap warga negara dalam bidang pendidikan memiliki dasar lebih esensial karena juga menjadi tujuan dari adanya Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ". ujar bang Yos Sapaan akrabnya pada Rabu (5/06/2024)
KEBIJAKAN SEPIHAK
Sementara itu Dr. Yosminaldi, SH.MM menuturkan Kebijakan ini adalah sebuah rangkaian konsep dan azas yang dijadikan garis besar dari dasar sebuah masalah. Dengan kata lain, kebijakan adalah pedoman dalam bertindak bagi pengambilan sebuah keputusan. Secara terminology, pengertian kebijakan publik itu memiliki banyak arti. Semua itu tergantung dari sudut mana seseorang mengartikannya. "Kebijakan publik adalah sebuah kewenangan yang dimiliki pemerintah. Kewenangan tersebut dilakukan untuk menjalankan tugas dan fungsinya di dalam hubungannya dengan masyarakat. Tidak hanya dengan masyarakat saja, tetapi kewenangan tersebut juga dilakukan dalam hubungannya dengan dunia usaha". Tutur bang Yos minaldi
Salah satu aspek penting dalam pembuatan kebijakan publik dan regulasi adalah partisipasi bemakna atau "meaningfull participation". Pemerintah (bersama DPR) sering mengeluarkan regulasi2 yang justru banyak memunculkan kontroversi di masyarakat. Tentu saja polemik akan berseliweran di media serta media sosial. Hal ini sangat menghabiskan waktu dan energi kita semua, hanya untuk berdebat kusir tanpa adanya solusi.
Yos minaldi menekankan dengan Keras berprinsip Sekali lagi, kepada para pejabat kita yang notabene memiliki peran dan fungsi sangat strategis dalam pembuatan kebijakan dan aturan, dihimbau untuk berhati-hati, melakukan identifikasi, analisa dan perumusan mendalam serta melibatkan banyak pihak di masyarakat, khususnya kelompok atau pihak yang terkait langsung dengan setiap kebijakan dan aturan, agar kebijakan dan aturan tersebut bisa diterima publik tanpa merugikan kepentingan bangsa dan negara.
Kaum elite dan Pemimpin negara yang diberikan mandat kekuasaan oleh rakyat, harus benar2 menyerap aspirasi, memahami problematika yang terjadi di masyarakat, srta mengikutsertakan segenap masyarakat, agar kebijakan dan regulasi yang dikeluarkan, memberikan kemanfaatan positif kepada semua pihak.
(RED/ Pemerhati Sosial, Politik, Hukum & Demokrasi)
Post a Comment